Kompetisi Mural Kolaborasi UNM dan DKSS, 25 Tim Sulap Dinding Jadi Kanvas Budaya

Respublica, Makassar, — Kompetisi Mural Kolaborasi UNM dan DKSS berlangsung tampak semarak pada Minggu malam di Sekretariat Dewan Kesenian Sulawesi Selatan (DKSS), Jalan Mallengkeri No. 12 A (Sao Panrita Centre),

Ratusan pengunjung hadir untuk menyaksikan malam puncak Kompetisi Mural dalam rangka Dies Natalis ke-64 Universitas Negeri Makassar (UNM).

Kompetisi ini merupakan kolaborasi antara UNM dan DKSS, yang menjadi wadah ekspresi kreatif generasi muda sekaligus ruang refleksi budaya di era digital. Dengan mengusung tema “Budaya dalam Bingkai Digitalisasi”, lomba ini mendorong seniman muda merespons perubahan budaya lokal di tengah derasnya arus teknologi.

Sejak pendaftaran dibuka pada 10 Juli 2025, panitia menerima 42 tim dari berbagai kampus dan komunitas seni. Setelah proses kurasi ketat, 25 tim dinyatakan lolos seleksi berdasarkan kesesuaian tema, orisinalitas, dan kekuatan artistik.

Para peserta berasal dari beragam latar belakang, termasuk mahasiswa UNM, Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh), komunitas seni, hingga seniman independen.

Dewan juri terdiri dari seniman dan akademisi terkemuka: Muhlis Lugis, Rimba, Faisal Syarif, dan Ishakim. Mereka menilai karya berdasarkan orisinalitas, relevansi tema, serta daya tarik visual.

Enam tim terpilih sebagai pemenang utama, yaitu Juara 1, 2, 3 serta Harapan 1, 2, dan 3. Sementara itu, satu tim menerima Penghargaan Khusus Rektor sebagai “Peserta Favorit”, yang diserahkan langsung oleh Rektor UNM, Prof. Karta Jayadi.

Ketua DKSS sekaligus Wakil Rektor III UNM, Dr. Arifin Manggau, menegaskan pentingnya seni mural sebagai medium komunikasi yang kuat dan demokratis.

“Mural bukan sekadar gambar di dinding. Ia adalah suara masyarakat—mengungkap ide, keresahan, dan harapan dalam bahasa visual yang bisa dinikmati semua kalangan,” ungkap Arifin.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tema digitalisasi budaya dipilih untuk mendorong para seniman merefleksikan bagaimana tradisi, identitas, dan nilai-nilai lokal beradaptasi di tengah ekosistem digital yang kian kompleks.

“Kompetisi ini bukan hanya ajang unjuk kreativitas, tapi juga ruang dialog lintas generasi—sebuah laboratorium gagasan di mana seni dan budaya bertemu teknologi,” tambahnya.

Comment