Survei: 74% Manajer Merasa Sulit Bekerja Sama dengan Gen Z

Makassar, Respublica— Di tengah arus perubahan dunia kerja modern, Generasi Z muncul sebagai kelompok yang penuh warna dan tantangan.  Namun kehadiran mereka tetap menghadapi kritik tajam dari banyak pihak, termasuk dari para pemimpin bisnis.

Sebuah survei yang dilakukan oleh resumebuilder.com pada April 2023 lalu mengungkapkan bagaimana persepsi tentang Gen Z telah membentuk narasi yang tidak selalu memihak mereka.

Survei ini melibatkan 1.344 manajer dan pemimpin bisnis. Hasilnya, sebanyak 74% responden merasa bahwa bekerja sama dengan Gen Z lebih sulit dibandingkan dengan generasi lainnya.

Pandangan ini mengakar pada pengalaman langsung mereka di tempat kerja. Sebagian besar manajer, sekitar 49%, bahkan mengatakan bahwa kesulitan itu muncul hampir sepanjang waktu.

Kesulitan bekerja dengan Gen Z tampaknya tidak hanya bersifat subjektif. Alasan yang sering diungkapkan oleh para manajer mencakup kurangnya keterampilan teknologi, kurangnya usaha, dan minimnya motivasi.

Akibatnya, manajer merasa lebih sering memecat karyawan dari Gen Z. Sekitar 12% menyatakan bahwa mereka bahkan mengambil keputusan itu kurang dari satu minggu setelah karyawan mulai bekerja.

Namun, angka-angka ini bukan sekadar data statistik. Mereka mencerminkan realitas yang kompleks. Akpan Ukeme, seorang kepala HR di SGK Global Shipping Services, berbagi pengalamannya.

Menurutnya, bekerja dengan Gen Z sering kali melelahkan karena mereka cenderung menantang otoritas dan merasa lebih tahu segalanya, terutama dalam bidang teknologi digital.

“Mereka merasa lebih baik, lebih pintar, dan lebih mampu daripada Anda, dan mereka akan menyatakannya secara langsung,” ujarnya

Di sisi lain, ada pemimpin yang melihat potensi besar dalam generasi ini. Adam Garfield, direktur pemasaran di Hairbro, memandang Gen Z sebagai kelompok yang inovatif dan adaptif.

Mereka tidak takut menantang status quo dan membawa ide-ide baru ke dalam perusahaan. Mereka juga sangat menghargai transparansi dan keaslian, sambil berharap perusahaan tempat mereka bekerja bertanggung jawab secara sosial dan etis.

Namun, Garfield menyoroti bahwa salah satu kelemahan Gen Z adalah kurangnya keterampilan komunikasi interpersonal. Meskipun mereka ahli menggunakan alat komunikasi digital, banyak yang kesulitan dalam interaksi tatap muka.

“ Gen Z dapat memperoleh manfaat dari pengembangan keterampilan komunikasi mereka untuk membangun hubungan yang lebih kuat dengan kolega dan klien,” ujarnya.

Dari para responden yang menganggap Gen Z sebagai generasi paling sulit diajak bekerja sama, 34% menyatakan preferensi mereka untuk bekerja dengan Milenial, 30% memilih Gen X, dan hanya 4% yang lebih menyukai Baby Boomer.

Mereka yang memilih Milenial sebagai rekan kerja utama umumnya percaya bahwa generasi ini menunjukkan produktivitas tertinggi (44%) serta menguasai keterampilan teknologi dengan baik (42%).

Di sisi lain, manajer yang lebih menyukai Gen X menganggap mereka sebagai generasi yang paling jujur (46%) sekaligus produktif (42%). Pandemi COVID-19 juga memainkan peran penting dalam membentuk karakteristik Gen Z.

Pendidikan jarak jauh selama pandemi, menurut Stacie Haller, seorang Chief Career Advisor, mungkin telah mengurangi kemampuan generasi ini untuk berinteraksi secara langsung dan mengembangkan fondasi yang kuat di dunia kerja.

“Para manajer perekrutan perlu menyadari hal ini saat mewawancarai Gen Z untuk suatu posisi. Generasi ini mungkin membutuhkan lebih banyak pelatihan terkait keterampilan profesional,” tambahnya,” ujarnya.

Comment