HMI MPO, GMKI, PMKRI, dan KAMMI Bahas Urbanisasi dan Transportasi Publik

Makassar, Respublica—- HMI MPO Makassar menggelar diskusi dengan tema “Quo Vadis: Makassar Kota Dunia Bebas Kemacetan, Antara Tantangan dan Harapan” di Cafe Behind.Space, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, Kamis (24/4/25) malam hari.

Dalam diskusi itu, hadir sebagai narasumber yakni Ketua Umum HMI-MPO Cabang Makassar Yusuf Kasim Bakri, Ketua Presidium PMKRI Makassar Alexander Edison, Ketua Umum Daerah KAMMI Makassar Muh Imran dan Rio Ricky Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan mewakili Ketua GMKI Cabang Makassar M. Vicky R.F. Dan dimoderatori oleh Staf Bidang PTKP HMI-MPO Cabang Makassar yakni Ibnu Hajar.

Ketua Bidang PTKP HMI-MPO Makassar Muh Asri, dalam pembukaan diskusi, menyebutkan bahwa kemacetan di Makassar disebabkan oleh peningkatan jumlah kendaraan yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan infrastruktur jalan yang memadai setiap tahunnya.

“Salah satu aspek kemacetan di Makassar disebabkan bertambahnya jumlah kendaraan namun tidak berimbang dengan pembangunan akses infrastruktur jalan. Misalnya, jika melihat data dari BPS Makassar di tahun 2022 jumlah kendaraan bermotor yakni 1,4 juta unit meningkat 10% dari tahun sebelumnya, namun panjang jalan di Makassar hanya meningkat sebanyak 2%,” sebutnya.

Muh Imran, selaku narasumber pertama mengulik aspek kemacetan di Makassar akibat adanya aktivitas penggunaan bahu jalan yang semrawut. Ia pun memotret aktivitas penggunaan bahu jalan yang terjadi di sekitaran wilayah Antang, Kecamatan Manggala.

“Jika kita berkendara di sekitaran area Antang. Terutama di dekat TPA Tamangapa, disebabkan oleh truk sampah yang parkir di bahu jalan dan bahkan mencuci mobil di sana, sehingga memperparah kepadatan lalu lintas di jalan yang sudah sempit,” paparnya.

“Inilah salah satu sebab terjadinya kemacetan. Sehingga yang terpenting mestinya pemerintah memberi perhatian serius dengan memperluas akses jalan di daerah padat dan membenahi regulasi penggunaan kendaraan besar, sehingga potensi kemacetan dapat diminimalkan,” jelasnya.

Yusuf selaku narasumber kedua, menyatakan bahwa kemacetan di Makassar disebabkan oleh ketidakjelasan antara penataan tata ruang dan sistem pengelolaan transportasi publik. Ia pun menilai bahwa pihak pemangku kebijakan tidak serius dalam mengurusi hal demikian.

“Penataan tata ruang dan sistem transportasi publik kita amburadul, sehingga menyebabkan kemacetan. Contohnya, minimnya akses trotoar. Bahkan banyak penggunaan trotoar yang tidak sesuai penggunaan utamanya, seperti dijadikan tempat parkir atau pedagang kaki lima,” paparnya.

“Jadi, kita sulit membahas cara mengintegrasikan sistem transportasi publik dengan tata ruang. Sebab, kita masih berkutak pada persoalan dasar, yakni penataan tata ruang dan sistem transportasi publik, yang belum menjadi prioritas utama bagi pemangku kebijakan kita.”lanjutnya.

Selanjutnya, Edison selaku narasumber ketiga mengungkapkan bahwa populasi penduduk dan urbanisasi di Makassar yang terus meningkat setiap tahunnya menjadi salah satu faktor penyebab kemacetan. Tak sampai situ, ia juga mengkritik Dinas Perhubungan (Dishub) Makassar yang dinilai tidak melakukan pemetaan serius untuk mengatasi kemacetan.

“Populasi penduduk dan urbanisasi di Makassar yang meningkat setiap tahunnya menyebabkan peningkatan jumlah kendaraan, yang menjadi salah satu faktor utama kemacetan. Bahkan, kemacetan sudah menjadi fenomena umum di Makassar, terutama pada sore hari,” ulasnya.

“Olehnya Dishub Makassar seharusnya memberikan solusi efektif untuk mengatasi kemacetan dengan mengkaji ulang faktor-faktor seperti kepadatan penduduk, arus lalu lintas, perencanaan, pengaturan, pengawasan, dan koordinasi,” sebutnya.

Diakhir, Rio Ricky narasumber keempat, menyebutkan bahwa kemacetan di Makassar juga dipengaruhi oleh perilaku konsumtif masyarakat modern yang membuat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk setiap aktivitas.

“Selain pertumbuhan penduduk dan urbanisasi, perilaku konsumtif masyarakat yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi juga menjadi tantangan. Pemerintah perlu berperan aktif dengan regulasi pembatasan penggunaan kendaraan dan memperbaiki sistem transportasi publik yang lebih ramah bagi pejalan kaki,” jelasnya.

Comment