Makassar, Respublica—- Apakah Anda cebok menggunakan tisu toilet atau air? Hal tersebut pastinya bergantung pada budaya dan aturan keagamaan yang Anda anut. Pastinya, praktik cebok atau membersihkan anus setelah buang air besar adalah kebutuhan universal yang direspons dengan cara berbeda oleh berbagai budaya sepanjang sejarah.
Penggunaan tisu toilet untuk cebok umumnya dipraktikkan di Dunia Barat. Dalam riset berujudul Toilet hygiene in the classical era (2012), penyebutan pertama tisu toilet di barat muncul pada abad ke-16 melalui karya François Rabelais, yang secara satiris menilai benda ini tidak efektif.
Namun jauh sebelumnya, masyarakat Tiongkok sudah mengenal kertas toilet sejak abad ke-2 SM, sedangkan orang Jepang pada periode Nara (abad ke-8 M) menggunakan chuugi, yakni tongkat kayu sepanjang 20–25 cm, untuk membersihkan bagian anus, baik dari luar maupun dari dalam.
Di wilayah-wilayah lain di dunia, ketergantungan pada tisu toilet tidak berkembang karena keterbatasan akses terhadap kertas. Sebagai gantinya, manusia memanfaatkan sumber daya lokal seperti air (dengan atau tanpa bidet), dedaunan, rumput, batu, tongkol jagung, bulu binatang, kerang laut, salju, dan tangan.
Pada masa Yunani dan Romawi Kuno, muncul alat yang disebut tersorium, yaitu spons yang diikat pada tongkat dan dibersihkan setelah digunakan dengan air garam atau cuka. Alternatif lainnya adalah pessoi, yaitu pecahan keramik berbentuk bundar atau oval yang digunakan untuk mengelap anus.
Istilah pessoi sendiri juga merujuk pada batu kecil dalam permainan papan kuno, menunjukkan adanya hubungan antara alat kebersihan dan kebudayaan permainan. Penggunaan pessoi tercatat secara eksplisit dalam karya sastra, salah satunya komedi Peace karya Aristophanes (abad ke-5 SM).
Di mana karakter utama, Trygaeus, menyindir zirah bundar sebagai alat buang air besar dengan mengatakan bahwa tiga batu sudah cukup untuk membersihkan bokong. Kalimat ini kemungkinan merujuk pada pepatah populer pada masa itu.
Temuan arkeologis mendukung penggunaan pessoi sebagai alat cebok. Dalam penggalian di agora Athena, ditemukan pecahan keramik berdiameter 3–10,5 cm dan ketebalan 0,6–2,2 cm, yang telah dipoles ulang untuk menghindari luka pada kulit anus.
Salah satu representasi visual penggunaan pessos terlihat pada cylix (cangkir anggur) dari abad ke-6 SM yang memperlihatkan pria dalam posisi jongkok dengan pessos di tangan kirinya.
Ada pula dugaan bahwa ostraka, yaitu keramik kecil bertuliskan nama musuh politik yang digunakan dalam praktik pengasingan di Athena yang kadang dialihfungsikan sebagai pessoi, secara harfiah mencemari nama orang yang dibenci.
Bukti keberadaan ostraka bertuliskan nama-nama seperti Socrates dan Pericles memperkuat kemungkinan ini. Beberapa pessoi yang ditemukan dalam lapisan feses padat menunjukkan sisa kotoran yang termineralisasi, memperkuat bukti penggunaannya.
Namun, penggunaan keramik abrasif seperti ini kemungkinan menyebabkan iritasi anus, luka kulit, hingga memperparah wasir, yaitu sebuah kondisi yang mungkin disindir oleh Horace dalam Epode ke-8, yang menggambarkan bokong tua kering seperti sapi buang air besar.
Di sisi lain, selama berabad-abad masyarakat di Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk India dan negara-negara mayoritas Muslim, telah mempraktikkan pembersihan dengan air setelah buang air besar, umumnya menggunakan tangan kiri.
Sebuah riset berjudul Postdefecation Cleansing Methods: Tissue Paper or Water? An Analytical Review (2016) menjelaskan bahwa dalam teks suci Hindu kuno Manusmriti, yang berusia sekitar 3.000 tahun (ditulis antara 1500 SM hingga 500 M), terdapat pedoman rinci mengenai waktu dan tempat buang air, serta ritual penyucian yang harus dilakukan setelahnya.
Tangan pun harus dicuci bersih usai melakukan pembersihan. Dalam budaya Hindu dan Islam, tangan kanan secara khusus digunakan untuk makan, sementara tangan kiri digunakan untuk kebersihan pribadi.
Dalam ajaran Islam, praktik membersihkan diri setelah buang air besar dikenal sebagai istinjak. Istinjak merupakan bagian dari tuntunan menjaga kebersihan dan kesucian diri yang sangat ditekankan dalam Islam.
Comment