Makassar, Respublica— Pemerintah Pusat tengah gencar menggulirkan program nasional bertajuk Koperasi Merah Putih, sebuah inisiatif yang lahir dari Instruksi Presiden untuk memperkuat perekonomian rakyat berbasis koperasi.
Program ini mewajibkan pembentukan koperasi di seluruh kelurahan, dengan pelaksanaan yang melibatkan pemerintah daerah melalui dinas terkait. Namun, pelaksanaannya di Kota Makassar menuai sorotan dari kalangan legislatif.
Anggota Komisi B DPRD Kota Makassar, Hartono, mengungkapkan keprihatinannya terhadap proses pembentukan koperasi tersebut di Makasdar yang dinilai terburu-buru dan tidak direncanakan secara matang.
Ia menekankan bahwa dalam Instruksi Presiden, kepala daerah diminta menunjuk Dinas Koperasi dan UMKM untuk mengoordinasikan pembentukan koperasi secara menyeluruh dan terstruktur di tingkat kelurahan.
“Yang terjadi hari ini, mungkin karena waktu yang sangat diburu ini harus segera ada, maka para lura inisiatif membentuk di kelurahan masing-masing. Persoalannya, apakah mereka yang ditunjuk sebagai pengurus pada masing-masing kelurahan kompeten untuk mengurus koperasi?” ujarnya.
Menurutnya, persoalan utama bukan hanya pada percepatan pembentukan, tetapi pada kompetensi orang-orang yang ditunjuk sebagai pengurus koperasi.
Hartono mengingatkan bahwa banyak koperasi di Makassar sebelumnya justru berakhir macet karena tidak dikelola oleh orang yang memahami sistem dan prinsip koperasi.
“Jangan sampai karena ada informasi, misalnya koperasi ini akan dapat bantuan besar-besaran di kemudian hari, kemudian berlomba-lomba bikin. Sementara tidak punya kompetensi baik untuk mengurusi kooperasi,” tegasnya.
Hartono memberi contoh di salah satu kelurahan di dapilnya, di mana pengurus koperasi yang dibentuk hanya terdiri dari lurah, RT, dan RW yang kebetulan hadir dalam rapat. Ia menyebut pola seperti ini berisiko menimbulkan permasalahan baru.
“Dan saya melihat, ini kayak orang berlomba. Berlomba bikin koperasi. Saya khawatir, jangan sampai kalau ini tidak direncanakan dengan baik, dibentuk di mana-mana, begitu mau aksi, tidak tahu mau bikin apa,” ujarnya.
Hartono menegaskan bahwa koperasi sebagai sokoguru ekonomi rakyat semestinya dikelola oleh orang-orang yang memiliki kompetensi, dedikasi, dan waktu. Bukan penunjukannya asal-asalan dan tak mempertimbangkan aspek kemampuan.
“Kalau itu menjadi pilihan kita, maka itu harus diurus oleh mereka yang punya kompetensi mengurus koperasi, punya kemauan, punya waktu. Karena jangan sampai waktunya sudah tidak ada, kemudian kemampuannya juga tidak ada,” ujarnya.
Sebagai mitra kerja Dinas Koperasi dan UMKM, Hartono menyatakan bahwa Komisi B DPRD Makassar akan segera memanggil pihak dinas untuk menggelar rapat kerja bersama.
Tujuannya adalah memastikan kesiapan, pembinaan, dan keberlanjutan program Koperasi Merah Putih di tingkat lokal, agar benar-benar menjadi solusi bagi kebangkitan ekonomi nasional dan mampu bersinergi dengan pelaku UMKM yang sudah eksis.
“Harapan kita Koperasi Merah Putih menjadi solusi bagi kebangkitan ekonomi nasional kita. Itu harapan kita. Bersinergi dengan UMKM kita yang sudah ada. Jadi memang butuh persiapan, karena kalau tidak, itu boleh jadi masalah baru kemudian hari,” tutupnya.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar, Muhammad Rheza, menegaskan bahwa seluruh proses perekrutan pengurus koperasi merah putih di Kota Makassar dilakukan secara musyawarah, bukan berdasarkan penunjukan sepihak.
“Musyawarah kelurahan atau muskel menjadi ruang terbuka bagi masyarakat untuk menyepakati siapa yang layak menjadi pengurus. Lurah hanya memfasilitasi dan memantau, bukan memimpin atau menentukan siapa pengurusnya,” ujarnya.
Comment