Makassar, Respublica— Rumah Kreasi Budaya Bangsa (RKBB) Saoraja Bone menandai langkah strategisnya dengan memperluas eksistensi ke Kota Makassar.
Dalam semangat pelestarian sejarah dan budaya, RKBB hadir bukan sekadar sebagai organisasi mahasiswa daerah, tetapi sebagai motor penggerak kebudayaan yang menawarkan wajah baru: modern, visioner, dan berakar kuat pada identitas Bugis.

Sebagai penanda kehadiran resminya di Makassar, Rumah Kreasi Budaya Bangsa (RKBB) menyelenggarakan kegiatan bertajuk “Pemutaran Film Animasi Panre Ambo dan Kawali”, dilanjutkan dengan Dialog Kebudayaan bertema “Kawali Sebagai Identitas Manusia Bugis”, serta sosialisasi dan uji coba Wanua Museum VR, sebuah terobosan digital yang memungkinkan masyarakat menjelajahi museum budaya Bone secara virtual.
Acara ini menghadirkan narasumber istimewa, Prof. Dr. Muchlis Haderawi, S.S., M.Hum, penulis buku Lontara Sakke Attoriolong Bone, karya referensial yang kerap dijadikan rujukan utama dalam studi sejarah Bone oleh para pegiat budaya. Kehadirannya menjadi penegasan bahwa RKBB bukan hanya menghadirkan inovasi, tapi juga mengakar kuat pada otoritas keilmuan.
Dihadiri oleh perwakilan berbagai Organisasi Mahasiswa Daerah (Organda) Bone dan daerah lain, kegiatan ini menjadi titik temu gagasan antara teknologi dan tradisi, antara memori budaya dan semangat muda.
Dalam sambutannya, Ketua Umum RKBB Saoraja Bone, Andi Muh. Ihwan, menyampaikan bahwa hadirnya RKBB di Makassar bukan sekadar perluasan geografis, tetapi misi kultural yang lebih besar.
“Kami hadir di Makassar bukan untuk menjadi pesaing, tetapi untuk menghadirkan warna baru. Kami percaya, budaya tidak hanya diwarisi, tapi juga harus diciptakan ulang, diperjuangkan, dan dibumikan dalam cara-cara baru yang relevan. RKBB adalah jembatan antara masa lalu dan masa depan,” tegas Ihwan.
Sementara itu, Muh. Rifky Ar-Rahman, Ketua RKBB Afdeling Makassar, menyampaikan harapannya terhadap kolaborasi antar organda.
“Makassar adalah ruang strategis tempat anak-anak muda dari berbagai daerah bertemu. RKBB ingin menjadi simpul budaya, tempat lahirnya inovasi bersama untuk merawat dan menghidupkan warisan kita. Terobosan seperti VR Museum adalah awal. Kami membuka ruang kolaborasi dengan siapa pun yang memiliki semangat yang sama,” ujar Rifky.
Kegiatan ini membuktikan bahwa pelestarian budaya tidak harus bersifat konvensional. RKBB menunjukkan bahwa dengan sentuhan kreativitas dan teknologi, sejarah dapat dihidupkan kembali dan menjadi pengalaman yang relevan bagi generasi kini.
Dengan kehadiran RKBB di Makassar, wajah pelestarian budaya lokal mendapat energi baru berbasis inovasi, dibangun oleh generasi muda, dan siap berjejaring secara luas. RKBB bukan sekadar organisasi, melainkan gerakan budaya yang bergerak maju tanpa meninggalkan akar.
Comment