Makassar, Respublica— Ratusan warga dari sejumlah kelurahan di Kecamatan Biringkanaya dan Tamalanrea, yakni Mula Baru, Tamalalang, Alamanda, dan Akasia, menyatakan penolakan tegas terhadap rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di wilayah mereka.
Penolakan ini disampaikan langsung dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi C DPRD Kota Makassar, Rabu (6/7/2025).

Tak hanya menghadiri forum resmi di parlemen kota, warga yang tergabung dalam Aliansi GERAM PLTSa (Gerakan Rakyat Menolak Lokasi PLTSa) juga menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Makassar.
Mereka membawa spanduk, poster, dan pernyataan sikap yang menuntut pembatalan lokasi proyek PLTSa yang dinilai tidak berpihak pada keselamatan dan kualitas hidup warga.
Dadang, perwakilan warga Alamanda, dalam RDP tersebut memperlihatkan lokasi rencana pembangunan PLTSa yang berada tepat di tengah kawasan padat penduduk. Ia menegaskan bahwa warga tidak menolak kehadiran PLTSa di Kota Makassar, tetapi menolak keras jika dibangun di lingkungan mereka.
“Jangan di pemukiman warga karena ada polusi. Bayangkan akan dibangun dan beroperasi selama 30 tahun. Setiap hari kami akan menghirup udara bau. Karena jumlah kapastias sampah yang dikelola setiap hari sebesar 1300 ton. Kami juga menggunakan sumur bor, pasti akan tercemar. Sudah bau, sumber air kami tercemar,” keluhnya.
Rapat tersebut menghasilkan kesimpulan, antara anggota Komisi C dan warga sepakat menolak Pembangunan PLTSa di wilayah Mula Baru, Tamalalang, Alamanda, dan Akasia. Mereka menginginkan pembangunannya di wilayah TPA Antang, Tamangapa, Manggala.
Sebab, sampah yang akan dikelola sudah tak jauh dari pabrik, sehingga mengurangi biaya operasional. Sekretaris Komisi C DPRD Makassar, Ray Suryadi Arsyad menyatakan dukungan penuh terhadap aspirasi warga dan mempertanyakan kejelasan perencanaan tata ruang pembangunan PLTSa tersebut.
Menurutnya, Warga merasa terancam oleh proyek ini, baik dari segi kesehatan anak-anak dan cucu mereka di masa depan, maupun potensi pencemaran udara, air, serta kemacetan akibat lalu lintas truk sampah.
“Oleh karena itu sangat rasional ketika mereka warga datang untuk menolak karena memang kami juga mempertanyakan wilayah itu masuk perencanaan apa? Detail tata ruangnya itu sepeti apa karena disana kan ada perumahan, ada industri,” ujarnya.
Komisi C dan warga pun sepakat agar pembangunan PLTSa dialihkan ke lokasi yang lebih layak, yakni di wilayah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang. Selain dekat dengan sumber sampah, hal itu dinilai lebih efisien dan tidak mengorbankan ruang hidup warga.
Ray juga menekankan bahwa Kota Makassar seharusnya memperluas ruang terbuka hijau, bukan justru mengalihfungsikan lahan permukiman menjadi kawasan industri baru.
“Kami berharap ada peninjauan ulang lokasi itu karena kami menganggap konsistensi dalam menerapkan rencana tata ruang ini yg agak kurang, sehingga terjadi semrawutan dalam sistem pembangunan kita di Kota Makassar,” ujarnya.
Sementara anggota dewan lainnya, Nasir Rurung yang turut hadir dalam rapat tersebut menegaskan bahwa dalam Perwali terkait rencana pembangunan PLTSa memang sudah tertulis jelas bahwa proyek tersebut dibangun di wilayah TPA Antang.
“jadi harus kita taat pada aturan yang ada. Jadi segala bentuk peraturan yang sudah dibuat untuk pemerintah kota, itu yang harus diikuti. Bukan keinginannya investor yang masuk. Jangan sekali-kali mau diatur,” tegasnya.
Comment