Makassar, Respublica— Waktu yang kita habiskan di depan layar ponsel pintar melonjak tajam dalam beberapa tahun terakhir. Laporan terbaru dari trytimeout.com menyebutkan, pada tahun 2025 terdapat 6,8 miliar pengguna smartphone di seluruh dunia.
Rata-rata orang menghabiskan 4,8 jam per hari menatap layar, mengecek ponsel hingga 96 kali dalam sehari, dan 71 persen orang masih tidur dengan ponsel di sampingnya. Angka ini mencerminkan betapa eratnya ponsel dengan keseharian kita.

Namun, semakin canggih teknologi, semakin besar juga dampaknya terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan. Para ahli mulai melihat bahwa keterhubungan tersebut membuat banyak orang rentan terhadap stres, gangguan tidur, bahkan menurunkan kualitas hubungan sosial.
Dari sinilah muncul gerakan digital detox atau detoks digital. Yaitu periode waktu di mana seseorang sengaja tidak menggunakan ponsel, komputer, dan perangkat digital lainnya karena terlalu sering digunakan.
Konsep ini sudah masuk dalam definisi resmi Cambridge Dictionary. Kini konsep ini mulai dipraktikkan secara lebih terstruktur lewat program berbasis mindfulness dan terapi kognitif-perilaku. Berbagai penelitian di tahun 2025 memberikan bukti nyata tentang manfaat digital detox.
Dampak positif digital detox
Penelitian berjudul Smartphone Screen Time Reduction Improves Mental Health: A Randomized Controlled Trial menunjukkan bahwa pengurangan waktu menatap layar ponsel selama tiga minggu saja mampu memberi dampak positif pada gejala depresi, stres, kualitas tidur, dan rasa sejahtera.
Hasil ini menegaskan adanya hubungan langsung—bukan sekadar kebetulan—antara penggunaan smartphone harian dengan kondisi kesehatan mental. Penelitian lain yang berjudul Digital Detox as a Means to Enhance Eudaimonic Well-being menemukan manfaat kognitif dan emosional.
Praktik detoks digital terbukti meningkatkan fokus, mengurangi stres, dan membantu seseorang lebih reflektif. Tidak hanya itu, manfaatnya juga terasa dalam interaksi sosial serta pembentukan kebiasaan hidup yang lebih seimbang.
Studi ini menegaskan bahwa detoks digital dapat meningkatkan kesejahteraan eudaimonik. Yakni kebahagiaan yang muncul saat seseorang hidup sesuai nilai dirinya, mengalami pertumbuhan pribadi, serta membangun hubungan yang bermakna.
Implikasi dari penelitian-penelitian tersebut jelas: kita perlu memberi ruang jeda dari perangkat digital dalam rutinitas sehari-hari. Bukan berarti meninggalkan teknologi sepenuhnya, tapi menggunakannya dengan penuh kesadaran.
Mengatur waktu khusus tanpa layar, lebih banyak berinteraksi langsung dengan orang lain, serta menekuni hobi offline bisa menjadi langkah sederhana yang berdampak besar.
Di tengah dunia yang semakin bising oleh notifikasi dan layar, digital detox hadir sebagai cara untuk menemukan kembali keseimbangan. Tidak hanya demi kesehatan mental, tetapi juga untuk memperdalam hubungan sosial, menikmati waktu, dan akhirnya hidup dengan kualitas yang lebih baik.
Comment