Makassar, Respublica— Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin menyebut Pemerintah Kota Makassar berpeluang menghemat anggaran hingga Rp20–30 miliar per tahun melalui integrasi layanan digital, tanpa mengurangi pelayanan publik.
Efisiensi tersebut akan dicapai dengan mengembangkan Layanan Online Terintegrasi Warga Makassar (LONTARA+) menjadi Super Apps yang mengintegrasikan seluruh layanan publik dalam satu platform.

Melalui sistem ini, layanan pada 51 SKPD, 210 subbagian, hingga standar harga layanan disatukan dalam satu sistem yang terintegrasi dan terstandarisasi.
LONTARA+ juga telah terhubung dengan Dasbor Command Center di lantai 7 Kantor Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Makassar.
Integrasi ini memungkinkan seluruh alur layanan dan aduan masyarakat dipantau secara real time guna memastikan pelayanan lebih cepat, transparan, dan akuntabel.
Kebijakan tersebut disampaikan Munafri saat Rapat Pembahasan Pengintegrasian Server IT dan Aplikasi SKPD di Ruang Rapat Sipakatau Lantai 2 Kantor Wali Kota Makassar, Selasa (30/12/2025).
Munafri menegaskan, ke depan seluruh aplikasi dan server teknologi informasi (IT) di lingkungan SKPD akan diintegrasikan dan dipusatkan di Diskominfo Kota Makassar.
“Secara regulasi nasional, tidak ada satu pun aturan yang membolehkan SKPD membangun infrastruktur IT secara independen tanpa governance dari Dinas Kominfo,” tegas Munafri.
Ia menjelaskan, sentralisasi server dan aplikasi akan memperkuat keamanan data, menjamin kesinambungan layanan, serta memastikan keseragaman standar sistem di seluruh perangkat daerah.
Selain itu, integrasi juga akan menekan biaya operasional, menghindari duplikasi aplikasi, dan memudahkan pengawasan sistem digital pemerintahan.
“Kita ingin pelayanan kepada masyarakat berjalan lebih baik, lebih cepat, dan lebih aman. Dengan sistem yang terintegrasi, pemerintah bisa bekerja lebih efisien dan akuntabel,” jelasnya.
Munafri menekankan, kebijakan integrasi IT ini tidak dimaksudkan untuk menghilangkan peran SKPD. Dalam sistem terintegrasi, pembagian tugas tetap jelas antara Diskominfo dan masing-masing perangkat daerah.
“Ini bukan soal kewenangan, tetapi soal pelayanan. Semua harus bergerak dalam satu sistem. Pada saat terintegrasi, ada tugasnya Kominfo dan ada tugasnya SKPD. Bukan berarti semuanya diserahkan ke Kominfo lalu SKPD tinggal diam,” tuturnya.
“Tetap ada bagian yang harus dijaga di masing-masing SKPD, terutama perangkat dan gadget yang secara fisik masih berada di unit kerja,” lanjut Munafri.
Memasuki 2026, seluruh pengadaan infrastruktur IT, termasuk server di Command Center, Makassar Government Center (MGC), dan Mal Pelayanan Publik (MPP), akan berada dalam satu sistem pengelolaan terpusat.
Dalam skema ini, Diskominfo berperan sebagai pengelola utama infrastruktur digital kota, termasuk data center, cloud, keamanan informasi melalui Security Operation Center (SOC), audit sistem, mekanisme backup, hingga disaster recovery.
Diskominfo juga bertanggung jawab atas integrasi antarsistem serta pembangunan aplikasi sebagai fondasi bersama layanan digital Pemkot Makassar.
Sementara itu, SKPD tetap mengelola modul layanan, proses bisnis, pengguna, konten, serta inovasi layanan sesuai sektor masing-masing.
SKPD juga tetap dapat menjalankan sertifikasi ISO dan memastikan Public Service Obligation (PSO) berjalan, dengan catatan seluruh server berada dalam satu pusat pengelolaan terintegrasi.
Munafri menegaskan, kebijakan ini bukan untuk mengambil alih tanggung jawab SKPD, melainkan untuk menghilangkan pemborosan anggaran akibat pembelian sistem yang berulang.
“Bukan soal tanggung jawabnya, tapi bagaimana menghilangkan kemungkinan pembelian berulang. Kalau ada satu sistem yang bisa di-host dan dipakai bersama, kenapa harus beli sendiri-sendiri,” ujarnya.
Ia memperkirakan, jika diakumulasikan selama lima tahun, potensi efisiensi anggaran bisa mencapai ratusan miliar rupiah, belum termasuk penghematan non-anggaran seperti berkurangnya ketergantungan pada pihak lain.
Munafri juga menekankan pentingnya integrasi layanan strategis, seperti Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), agar seluruh proses bisa dipantau masyarakat dari awal hingga akhir melalui LONTARA+.
“Pelayanan harus transparan, masyarakat harus tahu berapa biaya, ke mana uangnya, dan bagaimana prosesnya berjalan,” katanya.
Selain itu, ia mengajak anak muda Makassar terlibat langsung dalam transformasi digital pemerintahan kota. “Kita butuh anak muda yang mau bekerja bersama, mau share, dan mau memperbaiki. Ini kita bangun bersama-sama,” ungkapnya.
Munafri pun menegaskan bahwa efisiensi dan kualitas layanan hanya bisa dicapai jika seluruh pihak bekerja rapi dan taat pada tata kelola yang disepakati.
“Kalau tidak rapi dan tidak taat, efisiensi ini tidak akan muncul. Digitalisasi harus mempermudah, mempercepat, dan membuat semuanya transparan,” pungkasnya.
Comment