Makassar, Respublica—- Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar tengah menyiapkan skema alternatif guna menyelamatkan lebih dari 3.000 tenaga honorer yang tidak terdata dalam sistem kepegawaian maupun dalam Program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Sebagai solusi, Pemkot Makassar mempertimbangkan penggunaan skema Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP). Langkah ini ditempuh untuk meredam kekhawatiran masyarakat terhadap potensi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang mengemuka belakangan ini.
Ketua Komisi D DPRD Kota Makassar, Ari Ashari Ilham, menyatakan bahwa pihaknya mendukung langkah Pemkot Makassar, termasuk jika harus memutus kontrak tenaga non-ASN asalkan dilakukan sesuai regulasi.
Menurutnya, regulasi yang berlaku mengharuskan tenaga non-ASN untuk mengikuti rekrutmen PPPK atau ASN. Pemerintah tidak lagi mengakomodasi keberadaan tenaga honorer secara permanen.
“Jadi memang kan ada undang-undang ASN kemarin yang mengaturkan PPPK, bahwa memang untuk tenaga honorer itu harus diselesaikan, diikutkan ke PPPK. Nah, itu akan diangsur-angsur untuk tidak ada lagi tenaga honorer,” ujarnya.
Karena itu, Pemkot Makassar mengambil inisiatif untuk menerapkan sistem PJLP sebagai solusi sementara dalam menampung ribuan tenaga non-ASN yang terdampak. Ari menyatakan dukungannya terhadap langkah ini, selama Pemkot dapat menjamin keberlanjutan pekerjaan mereka.
“Kalaupun memang ada yang tidak lulus di PPPK, maka memang bisa di-outsourcing-kan, di pihak ketidakan. Nah, itu mungkin tadi yang kita bilang dengan PJLP ya? Kita sepakat jika memang teman-teman yang sudah bekerja ini diangkat kembali,” ujarnya.
Namun, Ketua Fraksi NasDem DPRD Makassar mengaku khawatir ribuan tenaga non-ASN tersebut justru disingkirkan demi memberi ruang bagi pihak lain.
Ia menegaskan bahwa pemutusan kontrak seharusnya hanya dilakukan terhadap tenaga honorer fiktif. Yakni mereka yang terdata namun tidak pernah bekerja, tetapi tetap menerima gaji tiap bulan. Kondisi ini dinilai membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Meski demikian, ia menilai penting untuk mempertahankan tenaga non-ASN yang telah bekerja dan mengabdi selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, evaluasi harus berbasis pada kinerja.
“Jadi kami memang mendukung itu, tetapi harus by kinerja. Jadi orang-orang yang memang siluman itu harus dikeluarkan, kami dukung. Tetapi orang-orang yang bekerja, orang-orang yang sudah, apa namanya, mengabdi untuk Pemerintah Kota itu harus dimasukkan kembali,” jelasnya.
Terkait skema PJLP yang diusulkan, Ari menekankan bahwa pihaknya akan mengawasi proses rekrutmennya agar tidak disalahgunakan, jika memang tujuannya untuk menyelamatkan ribuan tenaga non-ASN yang terdampak oleh penataan tenaga non-ASN.
“Itu perintah undang-undang di mana kita harus patuhi. Tapi ya, regulasi-regulasi perekrutannya kembali, itu yang akan kami kawal. Bahwa semua teman-teman yang sudah melakukan pengabdian, itu yang diutamakan masuk,” ujarnya.
“Yang kami takutkan 3.000 misalnya, atau 1.000 yang dibuang, kemudian ambil pegawai kerja baru Rp1.000, itu kan cuma akal-akalan saja. Itu akan kami awasi bahwa, orang-orang yang sudah mengabdi, yang sudah berkinerja baik, itu harus dimasukkan kembali,” tutupnya.
Comment