Makassar, Respublica— Anggota DPRD Kota Makassar, Hartono, menggelar Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pengarusutamaan Gender Angkatan Kesembilan Tahun Anggaran 2025. Kegiatan ini berlangsung di Hotel Max One, Minggu (14/9/2035).
Hadir sebagai pembicara, Mahmur Nur selaku pegiat gender, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Makassar drg. Ita Isdiana Anwar, M.Kes, serta Isnaeni, seorang aktivis perempuan.

Dalam sambutannya, Hartono menegaskan pentingnya perda tersebut sebagai payung hukum yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan bagi agenda pembangunan.
“Perda ini penting karena seluruh warga negara, laki-laki maupun perempuan, apapun sukunya, memiliki kesamaan dalam hukum. Setiap orang memiliki hak dasar untuk diperlakukan secara adil,” ujarnya.
Hartono menambahkan, negara menjamin setiap warga berhak atas penghidupan yang layak, sehingga pemerintah menurunkannya dalam bentuk undang-undang hingga peraturan daerah.
“Kita berharap Kota Makassar menjadi kota yang memberikan perlakuan yang sama bagi seluruh warganya. Baik laki-laki maupun perempuan harus mendapat hak yang setara, mulai dari akses pemerintahan, pekerjaan, hukum, hingga manfaat pembangunan,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa isu gender tidak boleh lagi menjadi penghalang dalam berkompetisi di ruang publik. Kompetisi seharusnya tidak dipandang dari sisi gender, melainkan dari kapasitas yang dimiliki setiap individu.
“Tugas kita adalah berkompetisi secara terbuka dengan mengandalkan kapasitas. Perspektif politik juga harus berubah, komposisi parlemen tidak bisa lagi mengabaikan gender. Ruangnya sudah ada, silakan berkompetisi,” kata Hartono.
Sementara itu, Mahmur Nur menyoroti adanya mitos yang masih berkembang di masyarakat terkait gender. “Perempuan tidak bisa menjadi pemimpin adalah mitos, karena di depan kita ada ibu Kadis yang perempuan. Begitu pula laki-laki tidak bisa menangis, itu juga mitos. Menangis adalah ekspresi jiwa,” ungkapnya.
Ia menilai pembangunan di Makassar masih menghadapi tantangan ketidaksetaraan gender, khususnya dalam hal akses, partisipasi, dan kontrol.
“Tujuan Perda ini menjamin kesetaraan gender dengan merancang program yang responsif gender. Diperlukan komitmen pemerintah, dukungan anggaran yang memadai, serta sosialisasi yang lebih intens,” tambah Mahmur.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Makassar, drg. Ita Isdiana Anwar, M.Kes, menjelaskan bahwa keterlibatan seluruh pihak sangat penting dalam pengarusutamaan gender dalam masyarakat.
“semua stakeholder, baik pemerintah, swasta, maupun dunia usaha, berpartisipasi aktif dalam pembangunan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga penganggaran. Tujuannya agar kesetaraan gender benar-benar terwujud,” katanya.
Ia juga mengungkapkan masih tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. “Sepanjang 2025, tercatat 520 kasus, dan hingga Agustus sudah ada 444 kasus baru. Dampak diskriminasi gender pun serius, mulai dari kecemasan, depresi, hingga menurunnya kesejahteraan diri,” jelasnya.
Aktivis perempuan Isnaeni menambahkan bahwa perda ini penting untuk memastikan kepentingan perempuan dan laki-laki sama-sama diakomodasi.
“Bukan hanya bapak-bapak, tapi perempuan juga bisa jadi lurah atau ketua RW. Program pemerintah harus bisa meminimalkan kasus kekerasan perempuan dan anak. Semakin marak masalah ini, semakin besar tanggung jawab kita bersama,” ucapnya.
Menurutnya, kesadaran masyarakat perlu terus ditumbuhkan agar memahami bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama di masyarakat. “Kita perlu mendorong perubahan nyata, termasuk kesempatan perempuan untuk terlibat aktif di pemerintahan,” pungkasnya.
Comment