Jakarta, Respublica— Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sengketa hasil Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan (PHPU Gub Sulsel) yang diajukan oleh Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 1, Moh Ramdhan Pomanto dan Azhar Arsyad (Danny-Azhar atau DIA).
Permohonan dengan nomor perkara 257/PHPU.GUB-XXIII/2025 tersebut dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Putusan ditetapkan pada Selasa (4/2/2025) malam di Ruang Sidang Pleno Lantai 2 Gedung I MK, Jakarta.
Ketua MK Suhartoyo menegaskan bahwa dalil-dalil yang diajukan pemohon tidak dapat dibuktikan lebih lanjut. Oleh karena itu, Mahkamah memutuskan bahwa permohonan tersebut tidak dapat diterima. “Dalam pokok permohonan menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Suhartoyo
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan bahwa dalam perkara ini, MK tidak menemukan alasan untuk mengesampingkan ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).
Pasal tersebut mengatur syarat selisih suara sebagai dasar pengajuan sengketa hasil pemilihan. Selain itu, Mahkamah juga tidak melihat adanya kejadian khusus yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran serius dalam penyelenggaraan Pilgub Sulsel 2024.
Dari segi selisih suara, pemohon seharusnya memenuhi ambang batas maksimal 1 persen dari total suara sah, yaitu 46.143 suara dari total 4.614.284 suara yang ditetapkan oleh KPU Sulsel.
Namun, selisih suara antara pemohon (1.600.029 suara) dan pasangan peraih suara terbanyak, Andi Sudirman Sulaiman–Fatmawati Rusdi (3.014.255 suara), mencapai 1.414.226 suara atau 34,68 persen. Dengan demikian, selisih ini jauh melampaui batas yang ditentukan oleh undang-undang.
“Menurut Mahkamah anomali jumlah surat suara tidak sah tidak serta merta menunjukkan adanya pelanggaran pemilu dan kesalahan prosedur pemilu,” ujar Ridwan Mansyur.
“Untuk dapat dikaitkan dengan pelanggaran pidana atau pun pelanggaran prosedural, fenomena perbedaan jumlah surat suara tidak sah untuk dua pemilihan berbeda namun berbeda pada wilayah yang sama, harus terlebih dahulu dibuktikan penyebabnya,” tambah Ridwan Mansyur.
Dalam permohonannya, Ramdhan Pomanto dan Azhar Arsyad mendalilkan adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), termasuk dugaan pengerahan aparatur sipil negara (ASN) serta keterkaitan antara calon petahana Andi Sudirman Sulaiman dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman.
Mereka menuding bahwa calon gubernur petahana tersebut telah menyalahgunakan kewenangannya dengan menggerakkan sumber daya negara dan program pemerintah untuk kepentingan elektoral.
Pemohon meminta MK untuk mendiskualifikasi pasangan Andi Sudirman Sulaiman–Fatmawati Rusdi, membatalkan Keputusan KPU Sulsel Nomor 3119 Tahun 2024 terkait penetapan hasil pemilihan, dan menetapkan Paslon Nomor Urut 1 sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih.
Sebagai alternatif, mereka juga meminta Mahkamah untuk memerintahkan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di Sulawesi Selatan.
Namun, dengan mempertimbangkan seluruh aspek yang diajukan, MK memutuskan bahwa permohonan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak relevan untuk dilanjutkan ke tahap pembuktian.
Comment