Makassar, Respublica— Kasmawati, salah satu pedagang Jalan Sawi meluapkan semua unek-uneknya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Kota Makassar Selasa (8/7/2025) terkait rencana relokasi ratusan pedagang Jalan Sawi ke gedung Pasar Terong.
Diketahui, mayoritas pedagang keberatan karena kondisi gedung relokasi dianggap tidak layak huni untuk berjualan. Namun di sisi lain, selama ini mereka menempati fasilitas umum milik Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang.
Pihak BBWS meminta agar tidak ada lagi aktivitas jual-beli di atas aset miliknya. Di hadapan para anggota Komisi B DPRD Kota Makassar dan pihak pemerintah, Kasmawati menyatakan bahwa dirinya merasa dirugikan jika harus kembali berjualan di dalam gedung Pasar Terong.
Ia menyinggung pengalaman 20 tahun lalu saat kondisi gedung masih bagus namun tetap sepi pembeli. “Intinya penjual mau menjual harus ada pembeli. Mau juga menyala kompor ta,” tegasnya.
Ia juga mengeluhkan kondisi bangunan yang dianggap membahayakan. Selain kumuh dan kotor, sejumlah bagian bangunan disebut sudah rapuh dan rawan terbakar.
“Sudah pernah kebakaran jadi kita takut dengan hal-hal yang tak diinginkan. Kita mau cari uang, mau tenang. Ada juga pedagang pernah dijatuhi beton dan tidak ada pemerintah mau ganti rugi. Sudah ada tiga korban,” keluhnya.
Ia takut ketika para pedagang dipindahkan ke dalam Pasar Terong, pendapatannya berkurang. Sementara dia harus membayar cicilan rumah dan menyambung hidup.
“Saya punya cicilan rumah. Kalau sewaktu waktu bapak tidak membiarkan jualan di Jalan Sawi, mata pencarian kita hilang. Di saat ekonomi kurang baik kami mau dibongkar. Kita juga butuh hidup meskipun tidak kaya yang penting ada diisi perut,” ujarnya.
Sementara itu, Zainal Siko dari Lira dan Active Society Institute Peneliti Kota yang turut hadir dalam RDP menyampaikan kritik terhadap kondisi Pasar Terong.
Ia menyebut gedung pasar sudah tidak layak pakai karena usia bangunan yang telah mencapai 30 tahun, melebihi batas maksimal 25 tahun sesuai standar kelayakan.
Zainal juga menyoroti desain pasar yang dinilai tidak sesuai kebutuhan pedagang. Ia menyebut bahwa model pasar yang berbentuk kotak-kotak justru membuat suasana sepi karena tidak sesuai dengan preferensi pedagang yang menginginkan lapak terbuka.
“Nah, hari ini, dan hadir Pompengan, kita sadari itu. Di jalan ini, kita tidak punya alas hak. Kita tidak punya alas hak untuk itu. Tetapi, di sana ada warga yang empat ratusan, hidup berdagang mencari nafkah. Nah, ini adalah tanggung jawabnya pemerintah kota,” tegasnya.
Ia meminta agar pemerintah tidak memaksakan relokasi tanpa memperbaiki terlebih dahulu kondisi gedung dan memberikan kejelasan mengenai berbagai hal teknis, termasuk soal harga, kepemilikan, jaminan usaha, serta keadilan dalam pelaksanaan kebijakan.
“Karena gedungnya ini sudah terbakar. Sudah lewat usia. Kemudian lantainya tidak layak. Tangganya juga miring. Retak-retak. Benahi dulu itu dong. Yang kedua ada penjaminan. Tentang harga, siapa memiliki,” ujarnya.
“Ketiga adalah tidak ada lagi penjual sepanjang jalan, 368 meter. Kalau masih ada yang jualan, saya pikir itu tidak adil. Dan artinya keempat, kalau tidak ramai setelah kita pindah yang ketiga kalinya ini, maka jangan salahkan kami kalau kembali ke bawah,” tandasnya.
Comment