Job Hugging, Tren Baru di Tengah Pasar Kerja yang Tak Pasti

Sumber foto: pixabay

Makassar, Respublica— Dulu, melompat dari satu tempat kerja ke tempat lain—yang dikenal sebagai job hopping—adalah ciri khas banyak profesional muda, terutama Gen Z dan milenial.

Kini pola itu bergeser: sejumlah besar pekerja muda, terutama generasi Z dan kaum milenia, cenderung memilih untuk tetap di posisi yang sama meski mereka merasa kurang puas.

ads

Data dari laporan 2025 Talent Trend milik Michael Page Philippines memperlihatkan turunnya proporsi pekerja yang aktif berburu pekerjaan baru: dari 74% tahun lalu menjadi 53% tahun ini.

Alasan yang sering muncul adalah preferensi untuk bernegosiasi mendapatkan kompensasi lebih tinggi dibandingkan mengambil risiko pindah kerja. Tren inilah yang akhir-akhir ini dikalangan media dan analis disebut sebagai “job hugging”.

Kebutuhan rasa aman

Menurut ifamagazine.com, istilah “job hugging” menggambarkan maraknya pekerja yang bertahan pada peran mereka saat ini, meskipun pekerjaan itu tidak memuaskan.

Kekhawatiran terhadap kondisi pasar kerja membuat banyak orang cenderung tetap berada di zona nyaman pekerjaan daripada mengejar peluang baru yang berisiko namun potensial lebih menguntungkan secara karier.

Dari sisi pengalaman sehari-hari, fenomena ini juga terlihat di lingkungan pegawai. Jonane Quiambao — human resources business partner dan pembuat konten di “HR Rant with Nae” di TikTok — menyebut bahwa job hugging kerap menjadi masalah yang diam-diam dialami banyak karyawan.

“Itu adalah campuran antara rasa takut, kenyamanan, dan ketidakpastian, tapi juga pengingat bahwa bekerja bukan hanya soal bertahan hidup, melainkan juga tentang pertumbuhan dan pemenuhan diri,” ujarnya, dikutip dari philstarlife.com.

Quiambao menambahkan bahwa faktor utama yang membuat seseorang bertahan adalah kebutuhan akan rasa aman. Tagihan tidak pernah berhenti, sementara kondisi pasar kerja penuh tantangan.

“Itu tidak selalu buruk, tetapi jika seseorang bertahan karena alasan yang keliru, bisa berujung pada burnout dan kehilangan keterlibatan,” ujarnya.

Pasar kerja tak pasti

Sementara itu, Peter Duris, CEO dan Co-founder Kickresume, memberi perspektif serupa beserta saran praktis bagi pekerja dan manajer. Menurutnya, job hugging, kebalikan dari job hopping, bisa muncul karena ketakutan akan pasar kerja yang tidak dapat diprediksi.

Ketika kesempatan kerja berkurang, banyak orang memilih untuk tetap di posisi sekarang meski merasa jenuh. Meski stabilitas punya nilai, Duris mengingatkan bahwa bertahan bukan selalu pilihan terbaik bagi semua orang.

“ Jika Anda sudah melampaui peran Anda dan tidak ada jalur pengembangan karier, atau jika Anda ingin beralih arah karier, bertahan hanya akan menghambat peluang berkembang dan bisa berujung pada hilangnya motivasi sepenuhnya,” ujarnya dikutip dari ifamagazine.com.

Di samping itu, Duris menyarankan agar setiap keputusan karier dipertimbangkan matang-matang dan menimbang opsi sangat penting ketika membuat keputusan karier yang besar.

“Anda tidak ingin terus berada di tempat yang sudah tidak lagi memberi manfaat, tetapi Anda juga harus memastikan peran berikutnya benar-benar lebih cocok,” tambahnya.

Singkatnya, fenomena job hugging muncul dari dorongan mencari keamanan di tengah ketidakpastian pasar kerja. Meski memberi kenyamanan jangka pendek, bila tidak diimbangi peluang pengembangan atau perencanaan karier, kondisi ini berisiko merusak pertumbuhan profesional dan kesejahteraan mental.

Comment