Luwu Timur, Respublica— Program Kartu Pintar di Kabupaten Luwu Timur yang digagas Bupati Irwan Bachri Syam dan Wakil Bupati Puspawati Husler (Ibas–Puspa) memberi dampak luas bagi ekonomi masyarakat.
Awalnya, program ini diperuntukkan bagi siswa dari tingkat TK hingga SMA. Namun manfaatnya kini meluas ke pelaku UMKM, terutama para penjahit desa.

Sebab, program ini melibatkan penjahit lokal dalam pembuatan seragam sekolah. Para penjahit di pelosok tidak lagi menjadi penonton.
Mereka ikut memproduksi seragam untuk para penerima manfaat Kartu Pintar. Pesanan pun bertambah. Aktivitas usaha mereka ikut bergerak. Ekonomi desa ikut hidup.
Pengamat Ekonomi Pembangunan, Afrianto Nurdin, menilai kebijakan seperti ini tepat. Ia menyebut manfaat kebijakan harus terasa nyata. Tidak berhenti pada output, tetapi menghasilkan outcome yang dirasakan masyarakat.
“Sebagian daerah memang memprogramkan seragam gratis, tapi memberdayakan UMKM lokal sebagai penyedia barang, itu yang sulit disinergikan. Pemkab Lutim berhasil melakukan itu,” kata Afrianto Nurdin.
Ia menilai, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak bisa dipahami hanya sebagai alat fiskal. Menurutnya, APBD harus dilihat sebagai pemicu yang mampu menggerakkan banyak sektor.
“Pengungkit yang sengaja dirancang untuk menghidupkan roda ekonomi mikro, memperkuat ketahanan komunitas, dan menjaga stabilitas sosial dari hulu ke hilir,” kata Afri, sapaan akrabnya.
Afrianto menjelaskan, Bupati Luwu Timur mencoba memastikan setiap rupiah dalam program seragam gratis memiliki arah yang jelas.
Anggaran tidak sekadar dipakai membeli material dari luar daerah. Skema program disusun agar penjahit lokal, pengrajin tekstil, dan pelaku UMKM bisa terlibat langsung.
“Dalam narasi teknokratis, ini adalah bentuk local economic multiplier effect yang disengaja, di mana belanja pemerintah kabupaten Luwu Timur secara eksplisit diarahkan untuk memperbesar dampak berganda terhadap perekonomian lokal,” jelasnya.
Kini, kata Afrianto, APBD harus dipahami sebagai instrumen yang merajut kemandirian masyarakat. Ia menegaskan bahwa kebijakan baru benar-benar bermakna ketika dampaknya hadir dalam kehidupan warga sehari-hari.
Ia menggambarkan bagaimana kebijakan itu terasa hidup saat jarum para penjahit bergerak seiring dengan belanja daerah, dan ketika senyum para ibu penenun muncul karena pesanan yang mengalir dari program pemerintah.
“Di sanalah kebijakan benar-benar hidup. Bukan hanya di laporan akuntabilitas, tetapi dalam nafas sehari-hari masyarakat,” pungkasnya.
Comment