Makassar, Respublica— Komitmen Pemerintah Kota Makassar semakin serius untuk mengembalikan pengelolaan Pasar Butung. Selama bertahun-tahun pasar grosir terbesar di Makassar itu dikelola pihak ketiga dan memunculkan banyak masalah, terutama terkait kerugian pedagang.
Menjelang 2026, Pemkot menegaskan langkah strategis: pengelolaan Pasar Butung akan resmi kembali ke pemerintah sebagai bagian dari penertiban aset dan pembenahan pusat-pusat ekonomi kota.

Terobosan ini menguat setelah Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin bertemu Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Didik Farkhan Alisyahdi, di Kantor Kejati Sulsel, Selasa (9/12/2025).
Pertemuan tersebut membahas aspek hukum dan alur pengambilalihan pasar secara menyeluruh. Munafri menyampaikan terima kasih atas dukungan penuh Kejati Sulsel yang terus mengawal proses pengembalian aset tersebut.
“Mudah-mudahan dengan adanya kolaborasi dan dukungan penuh dari Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri, kami tidak lagi merasa sendiri mengambil aset pasar Butung,” ujar Munafri.
Ia menegaskan bahwa penyelamatan aset daerah kini menjadi fokus utama Pemkot. Gugatan perdata telah diajukan di Pengadilan Negeri, dan Kejaksaan Negeri Makassar ditunjuk sebagai Jaksa Pengacara Negara untuk mendampingi seluruh proses.
“Sehingga, kami sangat berharap, dengan adanya langkah-langkah yang akan kita rumuskan ini, semuanya bisa berjalan dengan lancar,” tuturnya.
Masalah paling rumit, kata Munafri, berada di pendataan pedagang. Pemkot hingga kini tidak memiliki data valid mengenai siapa yang memegang lapak dan siapa yang menentukan area perdagangan.
“Kami harap lewat tim gabungan bisa mendapatkan data lengkap tentang para pedagang ini, karena kami juga harus melindungi mereka. Jangan sampai mereka sudah membayar, tapi kemudian mereka tidak bisa berjualan,” tambah Appi.
Setelah pertemuan tersebut, Pemkot akan menggelar konsolidasi internal untuk menyiapkan langkah teknis bersama Kejari Makassar.
Munafri menegaskan bahwa pengembalian aset bukan hanya janji, tetapi komitmen bersama untuk menguatkan kembali otoritas Pemkot atas fasilitas yang menjadi hak daerah.
“Bersama Kajati dan Kajari, kita ingin menyelesaikan persoalan-persoalan aset yang dimiliki Pemerintah Kota Makassar, agar bisa kembali dan dikelola oleh pemerintah,” harap Politikus Golkar itu.
“Ada beberapa aset yang menjadi konsen kita. Insya Allah dengan kolaborasi yang baik dan kerja sama seluruh pihak, apa yang menjadi hak negara akan kembali ke negara melalui Pemerintah Kota Makassar bersama seluruh aparat, termasuk kejaksaan dan kepolisian,” sambungnya.
Munafri juga mengingatkan bahwa Pasar Butung sebenarnya pernah kembali ke tangan Pemkot, meskipun hanya sementara, sebelum situasi internal dan faktor eksternal membuat kendali kembali berpindah.
Ia menegaskan siap menjalankan seluruh arahan pihak kejaksaan demi proses yang sesuai ketentuan hukum. Ia juga mengungkapkan adanya persoalan aset lain yang perlu segera ditangani.
Banyak aset tercatat namun tidak terdaftar resmi, sehingga rawan dipindahtangankan dan bahkan menyebabkan hilangnya fasilitas publik seperti kantor lurah dan sekolah dasar.
“Jadi, dari hasil pertemuan kami Pemkot Makassar menyampaikan harapan besar agar koordinasi bersama Kajati dan seluruh jajaran dapat menjadi langkah awal untuk mengembalikan Pasar Butung ke pengelolaan pemerintah, sebelum 2026,” tegasnya.
Kejaksaan Tinggi Sulsel sendiri memberi dukungan penuh terhadap langkah Pemkot. Rencana pembentukan tim khusus telah digodok, dengan tujuan menggabungkan seluruh data Pemkot dan Kejaksaan agar langkah hukum dapat berjalan efektif.
“Kami di Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri Makassar sudah bersepakat bahwa masalah Pasar Butung ini harus segera diakhiri dengan tuntas,” ujar Kajati Sulsel, Didik Farkhan, menegaskan komitmen tersebut.
“Mengapa? Karena ini menyangkut aset Pemerintah Kota, dan juga menyangkut kepastian hukum terkait pengelolaan,” lanjutnya.
Ia menambahkan bahwa perkara pidana yang terkait Pasar Butung sudah berkekuatan hukum tetap, termasuk eksekusi badan dan pembayaran uang pengganti. Kejaksaan kini menelusuri aset terpidana bersama PPATK dan BPKP untuk memastikan kerugian negara dapat dipulihkan.
“Jika aset sudah didapat, kami akan segera melakukan eksekusi dan pelelangan untuk mengembalikan kerugian keuangan negara,” tuturnya.
Namun Didik menekankan bahwa tantangan terbesar kini adalah penguasaan fisik dan pengelolaan pasar yang masih dikuasai pihak lain, meski putusan hukum sudah inkrah. Karena itu, penyitaan aset menjadi langkah mendesak.
“Kami akan bersepakat untuk melakukan langkah-langkah penyitaan. Jika kita tidak melakukan penyitaan, dikhawatirkan terjadi perbuatan melawan hukum lagi,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Utama Perumda Pasar Makassar Raya, Ali Gauli Arif, memaparkan dinamika internal pengelola pasar selama ini—mulai dari tafsir sepihak terhadap putusan MA hingga intervensi politik yang membuat dua upaya pengambilalihan pada 2022 dan 2023 berakhir gagal.
“Mereka memakai keputusan Mahkamah Agung di internal mereka. Ini yang mendasari sebetulnya pengelolaan di internal Koperasi Bintang Nata,” kata Ali Gauli.
Ia menyebut bahwa Perumda Pasar sempat menguasai pasar selama sebulan, namun kembali terusik oleh pengaruh eksternal yang membuat Koperasi Bintang Nata mengambil alih lagi.
“Sebetulnya Perumda sudah sempat menguasai sampai satu bulan. Namun belakangan mungkin ada intervensi politik,” tuturnya.
Ali menegaskan bahwa secara hukum, pengelolaan seharusnya kembali ke pemerintah melalui Perumda Pasar, apalagi setelah putusan yang berkekuatan hukum tetap. Ia berharap asistensi Kejati dapat memberikan kejelasan arah ke depan.
“Bilamana Pasar Butung ini bisa kembali ke pengelolaan Pemerintah Kota, dalam hal ini Perumda Pasar, ini bisa memperkuat posisi kami secara ekonomi dalam mengelola aset yang sangat bagus bagi kami,” ujarnya.
Dari penjelasan tim hukum Kejati, diketahui bahwa putusan Mahkamah Agung terkait kasus pengelolaan jasa sewa produksi di Pasar Butung telah inkrah sejak November 2023. Terpidana sempat mengajukan kasasi hingga PK, namun seluruh upaya hukumnya ditolak.
Eksekusi badan telah dilakukan, sementara kewajiban uang pengganti sekitar Rp26 miliar masih dalam proses pelacakan aset. Meski aspek pidananya selesai, penguasaan pasar tetap berada di pihak swasta hingga kini, membuka potensi pelanggaran hukum berulang karena tidak ada dasar perjanjian kerja sama yang sah.
Kejati menekankan bahwa Pemkot perlu segera mengambil langkah tegas agar aset daerah tidak terus tergerus dan tidak kembali jatuh ke pihak yang tidak berwenang.
“Sekarang posisinya sudah jelas. Lakukan ini, Makassar. Langsung ambil, langsung bidik lagi pasca putusan. Dihitung-hitung sampai sekarang pengelolaannya,” demikian tutup Ali.
Comment