Makassar, Respublica— Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar kembali menegaskan keprihatinannya atas melonjaknya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) Pemkot Makassar yang tahun ini menembus kisaran Rp300–400 miliar.
Jumlah tersebut jauh melampaui proyeksi awal dalam pembahasan KUA-PPAS yang hanya mengantisipasi SILPA sekitar Rp200 miliar. Situasi ini dinilai sebagai tanda peringatan keras bagi kualitas perencanaan dan penyerapan anggaran di lingkup Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Makassar, Hartono, menekankan perlunya kecermatan lebih tinggi dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dalam menetapkan pagu tiap OPD.
Ia menilai pengalokasian anggaran harus disesuaikan dengan kapasitas pelaksanaannya agar tidak ada dana yang gagal terserap.
“TPAD harus bisa melihat setiap OPD di pemerintah kota Makassar. Jangan memberikan anggaran yang tidak bisa dieksekusi oleh OPD tersebut,” tegas Hartono dalam rapat pembahasan APBD 2026, belum lama ini.
Hartono menuturkan bahwa SILPA yang membengkak bukan sekadar angka administratif, melainkan sinyal bahwa banyak program tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Padahal, dengan keterbatasan fiskal yang dimiliki Pemkot Makassar, setiap rupiah anggaran mestinya berputar optimal untuk kebutuhan publik.
“Di awal rapat kita prediksi SILPA sekitar 200-an miliar. Tapi angka di sini menunjukkan Rp300 hingga 400 miliar. Mudah-mudahan tahun depan tidak lagi terjadi, sehingga anggaran kita yang sedikit ini bisa maksimal dibelanjakan untuk masyarakat,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa fenomena serupa pernah muncul pada tahun anggaran 2023, dan berdampak langsung pada terhambatnya pengalokasian program pada tahun berikutnya.
Ia menilai situasi yang berulang ini menunjukkan adanya problem struktural dalam perencanaan maupun eksekusi anggaran.
“Kalau kita lihat data, SILPA kita ini di atas 300 miliar. Ini perlu diwaspadai, Pak Wali dan jajaran TAPD. Karena ini berkaitan dengan kinerja pemerintah kota, terutama OPD yang memiliki anggaran besar tetapi tidak bisa menyerap maksimal,” jelasnya.
Menurut Hartono, SILPA yang terus meningkat dapat merusak keseimbangan fiskal dan mengganggu penyusunan anggaran di tahun-tahun mendatang.
Ia menegaskan bahwa dana yang tidak terserap adalah indikasi adanya program tidak berjalan atau perencanaan yang kurang matang.
“Kenapa ini harus diwaspadai? Karena ini akan berpengaruh pada penganggaran kita di tahun-tahun mendatang,” tambahnya.
Comment