MK Hapus Presidential Threshold, Pakar Pemilu: Kemenangan Bagi Rakyat

Foto: Humas Mahkamah Konstitusi

Makassar, Respublica—- Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengabulkan permohonan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden (pesidential threshold) melalui Putusan MK No.62/PUU-XXII/2024. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa ambang batas pencalonan presiden adalah inkonstitusional.

Keputusan ini memberikan hak kepada semua partai politik peserta pemilu untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden. Pakar Pemilu, Titi Anggraini, menyambut positif keputusan MK tersebut.

Kemenanga bagi rakyat

Titi Anggraini mengatakan, putusan ini merupakan kemenangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena semua partai politik peserta pemilu kini memiliki akses yang setara dalam pencalonan presiden. Selain itu, pemilih mendapatkan keragaman pilihan politik melalui pemilu yang lebih inklusif.

“Anak-anak Indonesia jadi lebih berani bermimpi menjadi Presiden/Wakil Presiden karena akses itu lebih terbuka untuk direalisasikan saat ini melalui Putusan MK No.62/PUU-XXII/2024. BRAVO MK!” ujarnya melalui akun X-nya.

Titi Anggraini menganggap mahasiswa UIN SUKA, Enika Maya Oktavia, dan rekan-rekannya sebagai pahlawan atas keluarnya putusan MK tersebut. Menurutnya, perjuangan mereka membuka jalan bagi seluruh putra-putri terbaik bangsa untuk maju dalam pemilihan presiden melalui partai politik peserta pemilu.

“Bangsa ini berhutang budi demokrasi kepada perjuangan Enika Maya Oktavia dkk. Hormat sehormat-hormatnya,” kata Anggota Dewan Pembina PERLUDEM itu.

Titi juga berharap agar pembentuk undang-undang mengatur mekanisme agar partai politik tidak sembarangan dalam mengusulkan pasangan calon. Hal ini penting sebagai langkah lanjutan dari Putusan MK No.62/PUU-XXII/2024 yang menghapus ambang batas pencalonan presiden.

“Parpol harus memastikan bahwa calon yang diusung lahir dari proses rekrutmen yang demokratis. Misalnya calon diputuskan melalui pemilihan internal partai yang inklusif dan demokratis. Bukan sebatas karena punya popularitas dan isi tas,” ujarnya.

Dalam Putusan MK No.62/PUU-XXII/2024, MK juga meminta agar pembentuk undang-undang mengatur agar jumlah calon presiden di pilpres tidak terlalu banyak. MK merumuskan lima rambu bagi pembentuk undang-undang dalam mengatur pencalonan pilpres, yaitu:

  1. Semua partai politik peserta pemilu berhak mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden;
  2. Pencalonan tidak didasarkan pada persentase perolehan suara atau kursi secara nasional;
  3. Tidak menimbulkan dominasi partai politik tertentu atau membatasi pilihan pemilih;
  4. Partai politik yang tidak mencalonkan pasangan calon di pemilu tidak boleh menjadi peserta pemilu pada pemilu berikutnya;
  5. Pengaturan lebih lanjut oleh pembentuk undang-undang harus melibatkan partisipasi masyarakat secara signifikan.

Comment