DPRD Makassar Soroti Camat Panakkukang Soal Sporadik Tanah Sengketa

Makassar, Respublica— Polemik terkait penerbitan surat sporadik atas lahan sengketa di Jalan AP Pettarani, tepatnya di Kelurahan Sinrijala, Kecamatan Panakkukang, menjadi sorotan tajam dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar DPRD Kota Makassar, Rabu (18/6/2025).

Anggota Komisi C DPRD Kota Makassar, Imam Musakkar, menyoroti dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Kepala Kecamatan Panakkukang, Muhammad Arif Fadli. Dugaan itu mencuat setelah camat menerbitkan surat keterangan sporadik untuk tanah yang diketahui masih dalam proses sengketa hukum.

Imam menilai tindakan tersebut melampaui batas kewenangan seorang camat dan berpotensi melanggar hukum. Ia menegaskan bahwa tanah yang belum memiliki kepastian hukum tidak seharusnya diterbitkan dokumen administratif apa pun.

“Pemerintah Kota tidak seharusnya mengeluarkan sporadik di atas tanah yang masih dalam perkara hukum. Hal ini jelas melanggar aturan dan berpotensi menjadi pintu masuk praktik mafia tanah,” ujar Imam.

Menurutnya, seluruh proses penerbitan surat atas tanah sengketa seharusnya mengacu pada dokumen resmi dari BPN dan pengadilan. Ia bahkan mengutip Pasal 41 KUHP terkait penyalahgunaan jabatan sebagai landasan hukum dalam kasus ini.

“Jika pejabat tahu bahwa tanah tersebut dalam proses sengketa, tapi tetap menerbitkan sporadik, maka itu jelas penyalahgunaan jabatan. Dan tujuannya bisa ditafsirkan untuk menguntungkan pihak tertentu. Ini bisa dikualifikasi sebagai delik jabatan,” tegas Imam.

Imam juga menyoroti proses eksekusi lahan pada Februari lalu yang menurutnya cacat prosedur. Banyak pihak yang telah membeli lahan sejak 2004 dari pengembang sah, tidak pernah diundang dalam proses mediasi atau eksekusi.

“Pemilik objek, termasuk sepuluh orang yang telah membeli tanah sejak tahun 2004 dari pengembang yang sah, tidak pernah dilibatkan. Ini cacat prosedural dan sangat menyakitkan bagi masyarakat yang beritikad baik membeli lahan secara sah,” kata Imam.

Ia menjelaskan bahwa para pemilik telah memperoleh sertifikat sah atas tanah tersebut sejak 2005, jauh sebelum ada perkara hukum.

“Kami membeli secara legal, di hadapan notaris, sertifikat sudah terbit dan berlaku sah. Tapi tiba-tiba tanah itu dieksekusi, dan kami tidak pernah diperiksa atau diajak bicara. Ini yang perlu diperhatikan camat,” sambungnya.

Imam juga memperingatkan agar pejabat pemerintah, termasuk camat dan lurah, tidak sembarangan menerbitkan surat atas lahan bermasalah. Ia menilai banyak warga menjadi korban praktik semacam ini.

Sebagai tindak lanjut, Imam menyampaikan tiga rekomendasi penting. Pertama, seluruh dokumen yang dikeluarkan terkait lahan tersebut harus dicabut. Kedua, ia meminta Wali Kota Makassar menonaktifkan camat dan lurah yang terlibat. Ketiga, ia mendorong pembatalan hukum terhadap sporadik yang telah terbit.

“Saya kira proses RDP kali ini sudah sangat jelas. Ini bukan hanya soal administrasi, tapi soal integritas pemerintah dalam melindungi hak rakyat dan mencegah praktik mafia tanah,” pungkasnya.

Ia pun mengingatkan pejabat terkait untuk membuka ruang dialog dan tidak hanya mendengar sepihak dari pihak yang memiliki kedekatan politik atau kekuasaan.

“Birokrasi bukan alat kekuasaan, tapi alat pelayanan. Jika pejabat menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pihak tertentu, maka kepercayaan publik akan hancur. Dan kami di DPRD tidak akan tinggal diam,” ujarnya lagi.

Comment