Makassar, Respublica— DPRD Kota Makassar menyoroti kondisi infrastruktur pendidikan yang memprihatinkan di kawasan Barombong dan Tanjung Merdeka, yang dinilai membutuhkan pembenahan segera.
Ketua Komisi D DPRD Makassar, Ari Ashari Ilham, mengungkapkan hasil peninjauan langsung ke tiga sekolah, yakni SD Inpres Barombong II, SD Bayang, dan SMPN 54 Makassar. Dalam kunjungan tersebut, ia menemukan berbagai fasilitas yang jauh dari kata layak bagi para siswa.
Rombongan legislatif memeriksa kondisi ruang belajar, toilet, serta sarana penunjang lainnya, dan mendapati banyak kekurangan. Salah satu sorotan utama adalah rasio antara jumlah toilet dan siswa yang tidak memadai.
“Karena kalau kita melihat bahwa jumlah kepadatan penduduk Kelurahan Tanjung Merdeka dan Barombong itu sangat tidak bisa menyerap untuk ruang kelas yang ada,” ujarnya, Selasa (24/6/2025).
“Sehingga untuk mengantisipasi jumlah anak yang tidak bisa bersekolah di kota Makassar, makanya harus kita siapkan sarana sekolah yang bisa menunjang, yang dimana tidak menyulitkan orang tua lagi bagaimana sekolah jauh dari rumah,” tambah Ari.
Ia menambahkan, di SD Bayang, hanya tersedia dua toilet untuk lebih dari 300 siswa. Menurutnya kondisi tersebut sangat tidak ideal. Sebab rasio toilet dan jumlah murid jauh dari standar kelayakan.
Menariknya, ketiga sekolah tersebut berada dalam satu kawasan yang dinilai cukup strategis. Melihat potensi tersebut, Ari menyampaikan gagasan untuk menjadikan kawasan itu sebagai sekolah percontohan yang terintegrasi antara jenjang SD dan SMP.
“Kalau ini kita maksimalkan, bisa menjadi sekolah terpadu SD dan SMP pertama di Makassar. Ini akan sangat membantu warga, apalagi banyak anak di Kelurahan Tanjung Merdeka dan sekitarnya kesulitan mendapatkan sekolah dekat rumah,” jelasnya.
Berdasarkan data, SD Bayang memiliki 310 siswa dengan 12 rombongan belajar (rombel), SD Barombong II memiliki 300 siswa, dan SMPN 54 tercatat memiliki 345 siswa dengan 11 rombel.
Sebagai legislator dari Fraksi NasDem, Ari menegaskan bahwa kondisi tersebut mencerminkan adanya ketimpangan dalam pemerataan fasilitas pendidikan. Ia menyoroti pentingnya pemerataan jika sistem zonasi atau domisili ingin diterapkan secara adil.
“Kalau kita ingin menerapkan sistem domisili dalam penerimaan siswa, maka pemerintah harus hadir dengan infrastruktur sekolah yang merata. Jangan sampai ada anak yang tidak bisa sekolah hanya karena keterbatasan ruang kelas,” tegasnya.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Komisi D akan mengusulkan beberapa langkah konkret, antara lain: penambahan ruang kelas baru, pembangunan toilet tambahan, pemasangan pagar pembatas untuk keamanan, dan pemetaan kebutuhan sekolah baru di wilayah padat penduduk.
“Kita akan membangun pagar untuk kompleks sekolah ini mengingat bahwa anak-anak kita kan harus dijaga keamanannya sehingga memang harus ada pagar pembatas antara masyarakat warga dengan lingkungan sekolah yang ada,” ucapnya.
Ia pun menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya standar kelayakan pendidikan di seluruh wilayah Makassar. “Kita harus memastikan bahwa anak-anak itu semua mendapatkan pendidikan yang layak,” ujarnya.
“Karena kalau sekolahnya tidak memenuhi standarisasi dari kelayakan sekolah itu kan sama saja dengan pemerintah kota tidak memberikan pemerataan pendidikan di Kota Makassar sehingga kalau kita menerapkan sistem domisili otomatis kita harus penuhi kebutuhan masyarakat yaitu kesetaraan sekolah di setiap sektor,” tutupnya
Comment