Solidaritas Tanpa Batas: FPN Makassar Suarakan Palestina sebagai Isu Global

Makassar, Respublica—- Free Palestine Network (FPN) Pokja Makassar menggelar Diskusi Publik bertajuk “Palestina dan Kita: Refleksi 20 Mei sebagai Seruan Keadilan Global”, Kamis (29/5/2025), di Gedung Wisma Latobang, Makassar.

Kegiatan ini menjadi ruang reflektif sekaligus ajakan kolektif untuk memperkuat solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina.

Diskusi menghadirkan dua narasumber, yakni Zulkhair Burhan, S.IP., MA., selaku Wakil Dekan II FISIP Universitas Bosowa, dan Furqan AMC, Sekretaris Jenderal FPN. Jalannya forum dimoderatori oleh Sitti Nurliani Khanazahrah, M.Ag., Founder Rumah Kajian Filsafat.

Koordinator FPN Pokja Makassar, Mauliah Mulkin, menjelaskan bahwa forum ini bertujuan membangun kesadaran bersama melalui ruang diskusi yang terbuka. Ia menekankan pentingnya keterlibatan publik dalam gerakan solidaritas kemanusiaan untuk Palestina.

“Agenda selanjutnya, Free Palestine Network, dapat menjadi jembatan berbagai kelompok dan elemen masyarakat dalam membela Palestina,” ujarnya.

Dalam paparannya, Zulkhair Burhan menekankan bahwa isu Palestina tidak bisa dilihat semata sebagai konflik lokal, namun juga sebagai isu kemanusiaan global. Ia mengamati bagaimana penjajahan yang dialami Palestina oleh rezim Zionis Israel telah memicu simpati dan aksi solidaritas lintas negara.

Menurutnya, geliat solidaritas global terhadap Palestina kini mulai tampak jelas, bahkan di negara-negara Barat. Ia mencontohkan munculnya gerakan pro-Palestina di Universitas Columbia, New York dan juga munculnya gerakan kamp solidaritas nasional di berbagai kampus Amerika Serikat.

Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran global sedang tumbuh, bahkan di tengah negara yang secara politik cenderung pro-Israel. Yang menarik, aktor utamanya justru banyak dari generasi muda dan mahasiswa.

“Peristiwa ini menjadi bukti nyata bahwa isu Palestina bukan persoalan kelompok identitas tertentu, tapi jadi isu Global yang menjadi penyebab munculnya solidaritas global,” ujarnya.

Bobhy, sapaan akrab akademisi tersebut menegaskan bahwa gerakan ini membuktikan bahwa isu Palestina bukan sekadar narasi identitas atau agama tertentu, tetapi menjadi simbol perjuangan global atas nilai keadilan, kemerdekaan, dan kemanusiaan.

“Kalau bicara Palestina, kita tidak bicara teritori tertentu, tapi bicara tentang jutaan orang yang juga menyuarakan isu yang sama. Bahwa apa yang kita perjuangkan di sini juga diperjuangkan di banyak tempat,” tegasnya.

Sementara itu, Furqan dalam sesi pemaparannya menyelisik makna historis 20 Mei dalam konteks perjuangan kontemporer.

Menurutnya, tanggal tersebut bukan sekadar seremoni mengenang Kebangkitan Nasional, tetapi mencerminkan sebuah dinamika sosial: masyarakat yang sedang sadar dan bergerak.

“Di momen itu ditemukan tesis tentang nasionalisme, lahirnya kesadaran kritis pendidikan, disadarinya persatuan sebagai kunci, ditemukannya organisasi (perlawanan) sebagai alat perjuangan, ditemukannya hukum gerakan,” ujarnya.

Furqan menilai bahwa semangat 20 Mei layak dibawa dalam konteks pembelaan terhadap Palestina. Karena konflik yang terjadi di sana adalah medan terakhir dari pertarungan antara kolonialisme dan kekuatan anti-kolonial.

“Sejak awal Zionisme merencanakan kolonialisme, yaitu menduduki wilayah Palestina dan mengusir Petani Arab dari tanah mereka, serta memblokir buruh Arab untuk melemahkan ekonomi mereka,” tegasnya.

Comment